Setangkai
Awan Rindu
Hay, namaku Ken. Sekarang, aku duduk
di bangku kelas 3 SMA. Di sekolah aku termasuk orang yang biasa-biasa aja
cenderung malas. Setiap tugas sekolah aku selesein ketika masa tenggang. Aku
termasuk cowok pemalu, apalagi sama cewek pasti mukaku langsung merah kalo
deket sama cewek. Aku suka banget maen futsal, paling enggak seminggu sekali
deh aku maen bareng sama temen-temen.
Hmm, katanya sih,. masa SMA itu masa
yang paling indah. Boleh jadi, masa SMA adalah masa dimana aku menemukan
segalanya, senang, sedih, semuanya deh, termasuk si dia, hehe. Kisah ini
dimulai ketika aku baru masuk di SMA. Awal
masuk di SMA pasti ada yang namaya MOS (Masa Orientasi Siswa). Kita disuruh
masuk pagi-pagi banget, dikasih banyak tugas and disuruh bawa yang aneh-aneh
pula. Sampek di sekolah pun pasti juga kena marah dan kena hukum sama
kakak-kakak OSIS, yaa gitu-gitu deh pokoknya. Tapi kalo menurutku yang namanya
MOS itu kalo nggak kena hukum rasanya kayak makan nasi tapi nggak pake lauk.
Hambar bung!!.
MOS pun berlalu, aku mulai memasuki
dunia baru. Dunia yang penuh dengan hiruk pikuk dan liku-liku. Untungnya aku
punya sahabat yang selalu membantu, peduli, pokoknya baik deh, namanya Aka.
Kami sudah berteman sejak kelas satu SMP dan kebetulan waktu SMA kami sekelas
lagi.
Suatu ketika di kelas.
“Ka, gimana proposal Biologi, udah
deadline nih!”
“Santai aja Ken, bisa diatur kok” Aka
tersenyum dengan santainya
“Santai gimana, Pak Timbul udah nagih
Ka!”
“Tenang Ken, aku punya ide, kita
ngopy aja punya temen-temen, gimana?”
“Mmm, oke.. tapi kalo ketahuan
gimana?”
“Gak bakalann,, percaya deh sama
aku.”
“Okedeh, terserah kamu.. gimana
enaknya”
“Sipp!!”
Yaa ini nih suatu hal yang bikin aku
jengkel, tugas-tugas banyak banget, salah satunya tugas bikin proposal.
Perasaan gak ada benernya deh bikin proposal, setiap kali aku konsultasi pasti
ada aja troublenya, salaaah terus. Tapi okelah nikmatin ajaa.
Jalan
hidup telah memilih, menurunkan aku ke bumi. Hari berganti dan berganti aku
diam tak memahami. Mengapa hidup ini begitu sepi? Apakah hidup seperti ini?
Mengapa aku selalu sendiri? Apakah hidupku tak berarti?? Itulah hal yang
selalu aku pertanyakan. Hidupku terlalu datar, sepi dan tidak berwarna, sampai
suatu ketika datang seberkas cahaya menerangi kehampaan dalam diri ini. Bagai
sang mega yang menghiasi senja, begitulah aku menggambarkannya. Namanya Lea,
dia temen sekelasku waktu kelas satu SMA. Dia cantik, pinter, baik pula,
spesial deh pokoknya. Mmm, kayaknya bener deh apa kata orang-orang, cinta itu
datang dari mata turun ke hati. Aku selalu memandangi dia, melihat tingkah
lakunya, melihat senyum manisnya dan tak ingin rasanya memalingkan mata ini
darinya.
Awal pertemuanku dengan Lea
sebenarnya tidak disengaja yaitu saat upacara pembukaan MOS. Mungkin aku
terlalu larut dalam kegembiraan masuk SMA sampai-sampai tanpa sengaja aku
menginjak kaki Lea. Aku langsung meminta maaf pada Lea dan dia hanya tersenyum
sambil bilang,”Ooh, nggak papa kok”. Tiba-tiba terasa ada getaran dalam dada.
Aku coba mendekati dia, aku tatap dirinya, dia sangat mempesona. Mungkin
kecerobohanku ini membawa keberuntungan ataukah ini semua sudah takdir dari
Tuhan
Aku selalu bertemu dengan dia di
sekolah, ingin rasanya menyapa dia dan bercanda tawa dengan dirinya. Namun apa
yang aku rasa, aku tak kuasa, aku tidak tau harus berkata apa. Inikah rasanya
cinta? Cinta pada pandangan pertama?
Terasa bahagia saat berjumpa dengan dirinya. Setiap kali aku berpapasan
dengannya pasti aku selalu gugup dan jantungku terasa berdetak cepat sekali.
Hari senin pun datang, tiba saatnya
perundian bangku. Ini nih saat yang mendebarkan, semoga aja aku nggak dapet
duduk paling depan. Dan ternyata benar aku duduk di bangku belakang dan hokinya
lagi aku duduk satu bangku dengan Lea. Wahh, aku gugup banget, badanku,
lidahku, semu kaku. Aku nggak tau harus ngapain. Kemudian dengan sedikit
grogi..
“Hay Lea, apa kabar?”
“Alhamdulillah baik, kamu ?” sambil
tersenyum
“Alhamdulillah baik juga, seperti
biasa.” tetep grogi(>_<)
“Mmm, Lea.”
“Iya, ada apa ?”
“Mm, tugas Matematikamu udah selesai ?”
“Udah, kamu ?”
“Udah, tapi cuman sebagian.”
“Ooh,.”
“Mm, boleh pinjem punyamu nggak ?”
“Emm, gimana ya? Boleh sih, tapi
bukuku di kosan nggak aku bawa sekarang.”
“Ooo,.”
“Nanti aja, sepulang sekolah kamu ke
kosanku ngambil bukunya.”
“Okedeh, makasih Lea!” (seneng banget!!)
“Iya, sama-sama.” (sambil senyum
lagi)
Teeettt!teeett!teeeettt!
Bel tanda pulang sekolah pun
berbunyi. Aku ngajakin Aka buat nemenin aku ke kosannya Lea
“Ka, ikut aku ayok ?”
“Kemana ?”
“Ke kosannya Lea, aku mau pinjem buku
Matematika dia ”
“Mmm, gimana ya Ken. Aku buru-buru
nih, disuruh langsung pulang sama ayahku soalnya kakakku mau lamaran.”
“Oooh,, selamat ya!! Salamin ke
kakakmu Ka!”
“Iya, tapi GPP kan Ken kamu sendiri
?”
“Iya, GPP kok.”
“Oke, aku pulang duluan ya.”
“Okeh,.”
Alhasil aku berangkat sendiri deh.. Sampai
di kosan, kebetulan dia udah ada di teras
“Lea!”
“Iya,, Ohh Ken. Jadi pinjem ya ?”
“Iya.!”
“Sebentar ya aku ambilin.”
“Okeh!”
“Ini Ken bukunya.”
“Makasih ya, kapan nih ngembaliinnya
?”
“Mmm, Rabu aja soalnya ada
Matematika.”
“Okedeh,, mm Lea ?”
“Iya, ada yang ketinggalan ya?”
“Enggak, mm,, boleh minta nomernya
nggak ?”
“Mmm,, boleh nggak ya?? Ahaha ini
Ken.”
“Iya, makasih lo ya!”
“Iya, sama-sama.”
Semenjak hari itu aku pun mulai
sering sms Lea, kami pun menjadi lebih mengenal satu sama lain. Tapi sayangnya
aku hanya bisa menyapa Lea lewat pesan singkat aja, aku tidak mampu untuk
menyapa dia secara langsung, mungkin ini karena aku terlalu penakut. Aku tidak
kuat jika memandangnya secara langsung
Tak terasa setahun berlalu, aku dan Lea kini
semakin dekat. Kami sudah tidak sekelas lagi tapi kelas kami masih
bersebelahan. Rasa takutku kini sudah mulai berkurang dan sedikit demi sedikit aku
sudah mulai berani mendekati Lea secara langsung. Di suatu malam aku mengajak
Lea jalan-jalan. Kami menghabiskan malam bersama berkeliling kota. Aku mengajak
Lea mampir di sebuah cafe buat makan malam.
“Ngomong-ngomong, ada apa nih tiba-tiba
kamu ngajak jalan-jalan?”
“Nggak apa kok, tanda terimakasih aku
aja karena kamu udah baik banget”
“Maksudnya?”
“Yaa selama ini kan aku sering banget
pinjem apa-apa dari kamu”
“Oohh, wajarlah kita kan temen”
“Ya nggak papa lah sekalian
refreshing. Ehh, ngomong-ngomong kamu udah punya gandengan belum?”
“Ahahahah,, emang kenapa??”
“Yaa, nanti ada yang marah kamu aku
ajak jalan-jalan”
“Belum kok tenang aja, kalo kamu
pasti udah kan ?”
“Hahaha, emang ada ya yang mau sama
aku ?”
“Eehh ya pastinya ada lah, kan setiap
manusia diciptakan berpasang-pasangan”
“Amin. Mmm kamu tau nggak bedanya
piring ini sama kamu ?“
“Ya jelas beda lah, piring benda mati
aku hidup”
“Salah lah, piring ini tempat buat
naruh makanan kalo kamu buat naruh semua cinta aku, hahaha”
“Ahahah, bisa ngegombal juga
ternyata”
Kami pun mengobrol sambil makan
setelah itu aku mengantarnya pulang. Malam itu sebenarnya aku ingin
mengungkapkan isi hatiku pada Lea namun apa daya aku masih terlalu takut untuk
mengatakan semuanya. Sebenarnya aku ingin mengungkapkan rasa tapi kenapa aku
selalu tidak bisa. Bagaimana caranya agar dia itu tahu kalo sebenernya aku suka
sama dia.
Aku sudah tidak bisa menahan rasa ini
terlalu lama, akhirnya aku mengungkapkan semuanya pada Lea dan dia menjawab. .
“Lea, aku pengen ngomong sesuatu nih
sama kamu”
“Mmm, mau ngomong apa ?”
“Emm, Lea aku pengen ngomong sama
kamu kalo sebenernya aku..“
“Iyaa, kamu kenapa ?”
“Sebenernya aku itu suka sama kamu
Lea, kamu mau nggak jadi pacar aku ?”
“Ahahahahahahahaha!!”
“Yahhh, kok malah diketawain lucu ya
?”
“Enggak, kenapa nggak bilang dari
dulu ”
“Yaa, aku baru berani ngungkapinnya
sekarang, sebenernya aku itu udah suka sama kamu dari kelas satu dulu”
“Aku nunggu kamu ngomong itu udah
dari dulu tapi kamu nggak ngomong-ngomong sampek sekarang. Aku juga suka sama
kamu”
“Iyahh?, jadi kamu mau jadi pacar aku
?”
“Mmm, iya”
“IYEEEESSSSSSS!! Makasih ya Lea”
Hari itu kami jadian, layaknya orang
pacaran pada umumnya kami sering keluar bersama entah itu makan, jalan-jalan,
belajar bersama dan lain sebagainya. Hari berganti dan berganti tak terasa
setahun sudah kami menjalani hubungan ini. Aku mengajak Lea makan malam buat
ngerayain setahun hubungan kami.
“Lea, nggak terasa ya udah setahun
kita pacaran”
“Iya yah, nggak terasa banget”
“Aku bahagia banget bisa kenal dan
pacaran sama kamu, rasanya kayak mimpi deh”
“Aku juga seneng banget pacaran sama
kamu, kamu itu baik, perhatian, penyayang dan care banget sama aku. Makasih ya
udah buat aku bahagia”
“Iya, mmm orang-orang sering bilang
kalo cinta itu harus diperjuangin, aku sih nggak percaya dulu tapi setelah
ketemu kamu aku rasa orang-orang itu salah cinta itu bukan cuma diperjuangin
bahkan aku siap perang buat kamu”
“Haha, makasih ya Ken. Dulu aku ngerasa
kalo hidup aku ini biasa-biasa aja, sunyi, monoton tapi kemudian kamu datang
membuat hidup aku penuh warna, makasih banget”
“Iyah, ehh ngomong-ngomong kamu mau
ngelanjutin kuliah di mana ?”
“Mmm, aku pengen ngelanjutin di
California supaya bisa tinggal sama orang tuaku disana”
“Ooh, California ya? Jauh juga ya”
“Mmm, kamu nggak marah kan ?”
“Ahaha kenapa harus marah, itu impian
kamu kok”
“Mm, Kalo kamu?”
“Aku pengen ke Bandung aja yang
deket”
“Semangat ya!”
“Iya, kamu juga semangat yah!!”
Aku kaget, Lea pengen nerusin ke
California. Itu artinya Lea akan berada jauh dari aku. Aku sempat ngerasa sedih
tapi aku sadar aku nggak boleh egois, Lea juga punya impian yang harus dia
kejar.
Hmm tiga tahun sudah aku melewati
masa SMA. Berbagai hal telah aku dapatkan dan sekarang adalah pengumuman hasil
ujian. Aku gugup, resah, semuanya bercampur. Sampai aku melihat papan
pengumuman dan ternyata aku lulus dengan nilai yang memuaskan. Aka juga lulus
tapi masih di bawah aku sih, hehe. Dan Lea, Lea mendapatkan hasil yang sangat
memuaskan. Dia meraih nilai ujian tertinggi SMA sekota ku. Aku seneng banget
semua temanku lulus dengan nilai yang memuaskan. Kami juga tidak lupa
mengucapkan beribu-ribu terima kasih kepada guru-guru kami karena telah
membimbing kami selama di SMA ini.
Keesokanya Lea kemudian berangkat mengikuti
tes masuk di California University. Dua minggu berlalu, hasil tes pun keluar dan
ternyata Lea diterima. Perasaanku bercampur aduk antara senang dan sedih, aku
senang dia bisa diterima dan aku sedih bahwa aku harus mengakui kenyataan bahwa
dia akan pergi jauh. Dia akan tinggal di Amerika dengan kedua orang tuanya.
“Lea, selamat ya!”
“Makasih, seneng banget akhirnya aku
bisa nyusul orang tuaku”
“Ohh, ngomong-ngomong kapan kamu
berangkat ke sana ?”
“Besok, mm tapi”
“Tapi kenapa ?”
“Tapi aku sedih harus berada jauh
dari kamu”
“Oohh, aku sebenernya juga sedih tapi
kamu harus terus ngejar impian kamu”
“Aku sedihh banget” Lea menangis
karena sedihnya
“Heey, jangan nangis dong aku nggak
papa kok disini”
“Tapi tetep aja!!”
“Udah-udah cukup dong nangisnya, aku
jadi pengen nangis juga nih gimana kalo sekarang kita jalan-jalan mumpung kamu
belum berangkat ”
Hari itu menjadi hari terakhir kami
bersama besoknya aku mengantar dia ke Bandara. Aku mencoba tegar meski
sebenarnya hati ini tak kuat. Tiba-tiba Lea memelukku, dan itu menjadi pelukan
terakhirnya aku tak kuasa meneteskan air mataku. Aku memelukknya erat sekali
tak ingin sebenarnya untuk melepaskannya namun, mungkin sudah takdir yang
digariskan oleh Tuhan bahwa kami harus berpisah. Pesawat lepas landas aku hanya
berharap semoga dia sampai dengan selamat
Lima tahun berlalu semenjak kepergiannya.
Aku tidak mendengar kabar apapun tentang dia sama sekali. Mungkin dia sudah
bahagia disana dan semoga tidak terjadi apa-apa dengan dia, semoga saja itu
benar. Aku hanya berharap semoga dia masih ingat dan tidak lupa dengan
seseorang yang selalu mencintainya di sini. Amin
POOT XII IPA 3